Jumat, 17 Juli 2020

Menyapih dengan Rela (Last Part)

Langsung kita lanjutkan postingan sebelumnya, yaitu Menyapih dengan Rela (Part 3). Sakit membuatnya jauh dari kata nyaman. Nafsu makan pun menurun drastis. Lebih sedihnya lagi, saat ingin makan pun, dia kesakitan saat menelan. Pusing. Saya benar-benar pusing.

Sempat terpikir untuk memberinya susu formula. Namun, dokter berkata bahwa itu tidak perlu. Mengingat usianya yang sudah dua tahun. Dokter berkata bahwa kebutuhan gizi yang dibutuhkan anak di atas dua tahun bukan lagi dari susu, melainkan dari makanan padat. Akhirnya, dokter menyarankan untuk minum susu formula hanya saat dia sakit saja. Untuk menghindari penurunan berat badan yang drastis karena kesulitan makan.

Ternyata anak saya menolak susu tersebut. Saya pun mencicipinya, ternyata rasanya sangat manis. Susu itu akhirnya terabaikan. Kalaupun dia mau, hanya satu atau dua teguk saja. Saya justru beryukur karena anak saya menolak minuman yang terlalu manis.

Menghadapi anak yang sedang sakit tentu butuh tenaga ekstra. Dia sering minta digendong agar tenang. Padahal, seharian ayahnya bekerja. Hanya ada kami berdua. Saya sadar bahwa saya tetap harus menjaga stamina agar tidak ikut sakit.

Tidurnya jauh dari kata lelap. Pasti terbangun. Akhirnya, bila dia terbangun saat saya harus istirahat, saya menyusuinya kembali hingga dia terlelap dan saya bisa ikut tidur sesaat. Setidaknya cukup untuk memelihara akal sehat saya. Ya, artinya saat itu menyapihnya mengalami kemunduran.

Itu saat tidur siang. Saat tidur malam, ayahnya membantu menggendong untuk membuatnya tenang dan tidur dengan nyaman. Butuh kerja sama di sini. Saat ayahnya menenangkan, saya yang tidur. Saat ayahnya tidur, saya yang menenangkan. Bila kami berdua tertidur dan dia menangis terbangun, maka saya menyusuinya lagi hingga tertidur.

Alhamdulillah, sekitar seminggu kondisinya membaik. Nafsu makannya mulai kembali. Hanya saja, tidurnya masih sering terbangun. Mungkin karena merasa terganggu dengan bintik merah di kaki yang mulai kering dan mengelupas.

Proses menyapih pun berlanjut lagi karena dia sudah tidak rewel sepanjang hari. Walaupun masih sering terbangun untuk menggaruk kakinya. Sempat khawatir, apakah dia mau tertidur lagi tanpa disusui. Ternyata bisa. Saya hanya menimangnya lagi di pangkuan saat dia terbangun. Dia pun melanjutkan tidurnya.

Akhirnya, anak saya total tidak minum ASI lagi. Apakah saya menyambungnya dengan susu formula? Tidak. Hanya susu UHT. Itu pun tidak banyak. Dokter berkata bahwa setelah anak usia dua tahun kebutuhan gizinya bukan dari susu lagi, tetapi makanan. Susu hanya sebagai pelengkap. Anak hanya mau minum susu sedikit pun tidak masalah. Beliau berkata bahwa belajar makan jauh lebih penting daripada terus-menerus menikmati susu saja.

Setelah proses menyapih berhasil, tampak bahwa yang utama dari proses menyapih adalah komunikasi dengan buah hati. Juga harus yakin bahwa dia memang mengerti. Percaya bahwa setiap hal ada waktunya masing-masing. Ada saat memulai, ada pula saat mengakhiri. Walau harus siap bila ternyata ada tantangan di luar dugaan. Misalnya, ternyata tiba-tiba anak sakit seperti yang saya hadapi. Saya yakin setiap ibu dan anak pasti dimampukan untuk melaluinya.

Menyapih dengan Rela (Last Part)

Langsung kita lanjutkan postingan sebelumnya, yaitu Menyapih dengan Rela (Part 3) . Sakit membuatnya jauh dari kata nyaman. Nafsu makan pun ...