Jumat, 25 Oktober 2019

Menyapih dengan Rela


Salam hangat untuk Bukibuk di mana pun berada. Apa kabar? Sehat? Semoga selalu semangat mengahadapi hari ya.

Tulisan kali ini akan berisi pengalaman saya saat menyapih. Sekadar ingin berbagi cerita, bukan menggurui. Sebab, dulu sebelum memulai proses tersebut, kata menyapih terdengar cukup mendebarkan. Apalagi saya merupakan seorang ibu rumah tangga yang sepanjang hari hanya berdua dengan anak. Suami berangkat pagi dan pulang malam dari senin sampai jumat. Sempat khawatir tentang cara mengalihkan perhatian anak bila tiba saatnya untuk menyapih.

Anak saya menyusu secara langsung. Tidak mengenal dot. ASI eksklusif selama enam bulan. Setelah itu tetap melanjutkan ASI yang rencananya sampai usia sekitar 2 tahun. Tidak ada target harus 2 tahun persis. Yang diinginkan hanya saya dan dia dapat menghentikan ASI dengan nyaman.

Mulai usianya 1 tahun, saya sudah mulai mencari tahu tentang cara menyapih. Dari semua tulisan yang dibaca, semuan menunjukkan bahwa penting untuk sounding kepada anak bahwa pada usia 2 tahun dia tidak minum ASI lagi. Oke, akhirnya saya memutuskan untuk menerapkan. Sejak umur 1 tahun lebih saya sudah berkata padanya bahwa ASI itu hanya sampai 2 tahun. Yang saya katakan adalah bahwa pada usia itu dia sudah tidak membutuhkannya lagi dan ASI juga sudah semakin sedikit. Memang demikian kenyataannya.

Sebenarnya menjelang usianya 2 tahun pun saya masih ragu tentang proses menyapihnya kelak jika saat itu tiba. Hingga beberapa hari menjelang ulang tahunnya, ASI saya terasa sudah semakin sedikit. Dia yang biasanya saat akan tidur malam selalu menikmati ASI dan langsung tertidur, saat itu tak lagi demikian. Sebelum tidur dia menyusu pada salah satu PD, tetapi hanya sebentar rasanya sudah kembali kosong dan dia pun belum tertidur. Dia meminta sisi yang satu lagi, begitu pula yang terjadi. Dia meminta kembali sisi sebelumnya yang sudah mulai terisi ASI. Sayang hanya sesaat sudah habis lagi dan dia masih belum kunjung tertidur. Akhirnya dia menangis dan minta digendong.

Saat hal tersebut terjadi bantuan suami benar-benar dibutuhkan. Saya yang sudah mulai kelelahan dan pegal di seluruh tubuh tak lagi kuat menggendongnya. Akhirnya, Selama beberapa hari tersebut suami yang membantu membuatnya terlelap dalam gendongan. Itu membuat saya yakin bahwa waktu untuk menyapih tiba. Kami hanya perlu bersabar selama beberapa hari untuk menunggu hari ulang tahunnya. Untuk mempermudah agar dia tahu usianya sudah menginjak 2 tahun, kami membuat acara tiup lilin. Hanya di antara kami saja, sekadar memberi tanda bahwa usianya sudah 2 tahun.

Hari yang ditunggu tiba. Dia sangat gembira saat meniup lilin di atas sebuah puding. Berulang kali lilin dinyalakan dan ditiupnya lagi sampai semua mati. Dilanjutkan dengan membuka beberapa kado. Malam menjelang tidur, kami kembali menjelaskan bahwa sebentar lagi proses menyapih dimulai. Namun, kami juga berkata bahwa dia tidak perlu khawatir karena pasti bisa. Kami juga berusaha untuk membantu agar prosesnya lebih nyaman.

Keesokannya, proses dimulai. Tidak langsung menghentikan ASI. Tahap pertama yang saya lakukan waktu itu adalah menghentikan menyusui di dalam mobil dan mengenalkannya dengan susu UHT. Mengapa? Sebab, biasanya dia lebih sering menyusu saat di dalam mobil. Walau perjalanan dekat, dia tetap menyempatkan untuk menyusu. Apalagi saat perjalanan jauh, bisa sampai berkali-kali. Ditambah saat macet dan perjalanan mulai membosankan. Pasti dia langsung meminta.

Kami sering keluar setelah suami pulang kerja. Hanya dekat dengan rumah, entah untuk membeli makan atau ke mini market. Biasanya saat perjalanan pulang dia pasti menyusu. Kami memulai proses dari situ. Kami berkata bahwa kita sudah memulai prosesnya. Tahap pertama tidak menyusu di dalam mobil. Hari pertama berjalan lancar. Dia tidak menyusu pada saya dan menggantinya dengan minum susu UHT. Alhamdulillah, semua sesuai dengan apa yang diharapkan.

Bagaimana dengan hari-hari berikutnya? Saya sambung di tulisan selanjutnya ya, agar tidak terlalu panjang. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat. Untuk tahu kelanjutannya bisa berlanjut ke tulisan berikutnya, yaitu Menyapih dengan Rela (Part 2).

Tetap semangat Bukibuk.

Sabtu, 05 Oktober 2019

Berawal dari Pemula

Aku bukan J.K. Rowling, bukan pula Buya Hamka, ataupun Tere Liye. Yang mengenalku hanyalah keluarga dan teman-teman. Tidak seperti beberapa orang tersebut. Nama mereka sudah sangat dikenal banyak orang melalui tulisannya.

Awalnya ada rasa ragu saat melangkah memasuki dunia tulis-menulis. Sebuah dunia yang sebenarnya sudah memberiku bahagia sejak masih duduk di bangku sekolah. Namun, keraguan itu tak mampu menghentikan tanganku untuk tetap menulis.

Penulis yang sudah tenar memang memiliki banyak penggemar. Bagaimana dengan yang masih belum menyandang 'nama'? Semesta akan memandang sebelah mata padanya. Bahkan kegiatan membaca dan menulis pun masih dianggap aneh bagi kebanyakan orang.

Apalagi berbicara tentang materi. Menjual buku bagi pemula tidak semudah mereka yang namanya sudah terkenal. Para calon pembaca akan meragukan tulisan oleh seseorang yang tidak mereka ketahui. Selain itu, membeli buku masih tidak dianggap sebagai sebuah kebutuhan. Baju, kosmetik, tas, dan makanan kekinian jauh lebih menarik.

Lantas apa yang membuatku tetap menulis hingga kini? Terbayang dalam benakku jika semua pemula berhenti menulis. Apa yang akan terjadi pada dunia literasi? Punah? Lalu semua toko buku gulung tikar? Bukankah semua penulis terkenal berasal dari seorang pemula?

Menulis itu bukan untuk menghasilkan banyak uang. Menebar manfaat bagi semua pembacanya. Itulah inti dari kegiatan menulis. Hal tersebut memperkuat keyakinan untuk tetap menulis. Agar melalui tulisan, aku dapat membantu orang lain.

Terus berusaha supaya kualitas goresan penaku semakin meningkat. Berharap isi kepala dapat tertuang menjadi tulisan yang nyaman dibaca dan memberi manfaat. Salah satu caranya dengan #belajarmenulis bersama #nulisyuk secara online. Jujur, aku suka cara penyampaian materinya yang tertata rapi. Komunikasinya pun berjalan menyenangkan dengan tetap santun.

Sudah beberapa kali bergabung dalam kelas online-nya. Sekarang aku ikut dalam #nulisyukbatch37 yang sedang berjalan.

Harapanku, para pemula tak pernah putus asa. Juga tidak enggan untuk selalu belajar dan memperbaiki diri. Tetap semangat.

Salam hangat bagi semua pejuang aksara.

Menyapih dengan Rela (Last Part)

Langsung kita lanjutkan postingan sebelumnya, yaitu Menyapih dengan Rela (Part 3) . Sakit membuatnya jauh dari kata nyaman. Nafsu makan pun ...